SEJARAH DESA CIAKAR

Pada tahun 1950-an banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh gerombolan DI/TII, pemberontakan ini dipimpin oleh Karto Suwiryo. Anggota mereka kebanyakan bersembunyi di hutan dan gunung, diantara gunung gunung yang dipakai untuk bersembunyi oleh para pemberontak selain gunung Galunggung adalah gunung Sawal, maka secara otomatis desa desa yang berdekatan dengan gunung sawal mengalami banyak gangguan dan teror-teror dari para pemberontak seperti pencurian, perampokan, bahkan rumah-rumah penduduk banyak yang dibakar dengan atau tanpa alasan yang jelas, termasuk ganguan terhadap wilayah Ciakar yang saat itu masih merupakan wilayah desa Gereba.

Pada saat itu Ciakar bukan desa seperti sekarang ini, tetapi masih merupakan bagian wilayah desa gereba yang terdiri dari 9 dusun yaitu :

-          Dusun Nanggerang

-          Dusun Ciroyom

-          Dusun Gereba

-          Dusun Ciawitali

-          Dusun Cikawung(saat ini menjadi dusun Sindangjaya)

-          Dusun Panyusuhan (saat ini menjadi dusun Sindangasih dan Tanjungjaya)

-          Dusunkulon (Desakulon)

-          Dusunwetan (Desawetan)

-          Ciakarhilir

Kepala desa Gereba pada saat itu adalah bapak Karta (Dusunwetan), karena alasan yang tidak diketahui beliau meninggal ditembak oleh para pemberontak sebelum habis masa jabatannya.

Karena kejadian-kejadian tersebut dan beberapa hal lainnya maka pada tahun 1962 pemerintah menginstruksikan kepada setiap wilayah desa di sekitar gunung Sawal untuk melakukan blokade dan pendirian pos-pos pengamanan di sekeliling wilayah gunung Sawal, pos pengamanan tersebut di jaga oleh enam tentara militer dan 10 sampai 15 orang penduduk setempat pada setiap posnya. Sedangkan jarak dari setiap titik pos satu dengan lainnya adalah sekitar 50 meter. Pengepungan para pemberontak tersebut dilakukan oleh 2 kabupaten (Ciamis dan Tasik) dengan pos yang didirikan lebih dari 800 pos penjagaan di sekeliling gunung dan melibatkan sekurang-kurangnya 16.000 orang penduduk.

Setelah pengepungan beberapa minggu akhirnya para pemberontak kehabisan perbekalan sehingga mereka terpaksa turun gunung karena kelaparan dan menyerah terhadap tentara dan penduduk sekitar.Dan tidak lama setelah Kejadian tersebut pemimpin para pemberontak yaitu Karto Suwiryo pun menyerah di tempat berbeda.Kejadian tersebut oleh masyarakat sekitar disebut pagar betis.

Pada tahun 1982 Ciakar memisahkan diri dari desa Gereba dan menjadi desa Ciakar dengan 6 Dusun yang masuk dalam wilayahnya yaitu :

-          Ciakarhilir

-          Desawetan

-          Desakulon

-          Tanjungjaya

-          Sindangasih

-          Sindangjaya

Sedangkan nama desa Ciakar sendiri dapat diartikan Ci - berarti air, akar berarti akar pohon, Ciakar berarti air akar. Dan nama tersebut juga menjadi nama mata air yang berada di dusun Desawetan yang menjadi sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan sehari hari seperti mengairi ladang dan sawah, dan keperluan lainnya.

Adapun nama-nama kepala desa yang pernah menjabat dari sejak Ciakar masih termasuk dalam wilayah pemerintahan desa Gereba hingga sekarang Ciakar sudah memisahkan diri dan menjadi desa Ciakar diantaranya adalah sebagai berikut :

 

-          Bapak Karta (Dusunwetan)                       : 1951-1956

-          Bapak Ahmad (Dusunwetan)                    : 1956-1972

-          Bapak Ja’I (Dusunkulon)                            : 1972-1980

-          Bapak Juhriman (Dusunwetan)                 : 1981-1986

-          Bapak Eyo Jakaria (Ciakarhilir)                 : 1986-2002

-          Ibu Eem Dahlia (Desakulon)                     : 2002-2013

-          Bapak Sulaeman Nurdjamal (Desakulon) : 2013-2018

-          Bapak Kamil Hasan, S. Ag (Desawetan)    : 2018-Sekarang